Sejarah Sepatu Skechers
Tadinya Skechers dikenal hanya sebagai penghasil sepatu murah dengan desain “tiruan” dari merek-merek besar. Namun, perlahan, citra itu berubah. Selain membuktikan kualitasnya di bidang olahraga, perusahaan itu juga melipatgandakan mutu produksi dan distribusinya, serta mulai menampilkan desain yang khas.
“Kau hanya membutuhkan sepasang sepatu dan kau dapat melakukannya di mana pun. Kau tak harus ditemani orang lain. Lari adalah olahraga yang tepat untuk penyendiri sepertiku,” ujar Haruki Murakami dalam sebuah wawancara pada 2005.
Haruki Murakami adalah seorang pengarang ternama. Tapi, lewat memoar berjudul What I Talk about when I Talk about Running yang ditulisnya dan sejumlah wawancara, kita tahu bahwa urusan Murakami sehari-hari bukan hanya mengolah kalimat, mencipta metafora, serta merancang struktur sebuah novel, melainkan juga mengolah pernapasan, menyiapkan langkah yang paling sesuai dengan jarak, dan berlatih menjaga konsentrasi dalam keadaan lelah setengah mati.
Murakami adalah seorang pelari yang serius. Setiap bulan, ia rutin berlari sejauh 150 hingga 180 mil. Dan sejak 1983, saat ia memutuskan untuk menjadi penulis penuh waktu sekaligus menjalani hidup sehat, ia telah mengikuti lebih dari 30 maraton, termasuk ajang-ajang utama seperti New York City Marathon dan Boston Marathon.
Untuk keperluan itu, Murakami memilih sepatu pabrikan Mizuno, sebuah perusahaan Jepang. Alasan pemilihan itu bukan sentimen asal-usul, melainkan karena “sol sepatu-sepatu itu memberikan perasaan mantap dan dapat diandalkan ketika kau berlari.”
Sekalipun penuh gairah dan dedikasi, penulis novel Wind-Up Bird Chronicle itu tidak mencari uang lewat lari, atau dengan kata lain, ia bukan seorang pelari profesional. Maka, besar kemungkinan pilihan dia atas merk tertentu serta alasan-alasannya hanya akan dibaca orang sebagai kesukaan pribadi. Mizuno takkan dianggap merek sepatu terbaik untuk maraton hanya karena seorang novelis paruh baya memilihnya.
Namun, tak demikian bila subjeknya ialah seorang atlet. Pada April 2014, atlet Mebhratom “Meb” Keflezighi menjadi orang Amerika Serikat pertama yang menjuarai Boston Marathon sejak 33 tahun lalu, dan salah satu yang paling diperhatikan orang sewaktu ia melintasi pita di garis akhir ialah sepatunya.
Meb yang meraih medali perak pada Olimpiade Athena (2004) itu mula-mula dikenal sebagai pelari jarak jauh yang disponsori oleh Nike. Tapi pada 2011, terlepas dari pelbagai prestasi yang terus ia peroleh, perusahaan itu tidak memperpanjang kontraknya. Meb kemudian disokong oleh Skechers.
Kemenangan Meb di Boston Marathon 2014 adalah juga kemenangan Skechers. Sebagaimana terjadi dalam olahraga apa pun, ketika seorang atlet atau sebuah tim menjadi juara, peralatan yang ia gunakan pun secara faali mendapat citra sebagai peralatan juara. Dengan nalar serupa, di Indonesia, hal itu terjadi pula atas sosis So Nice.
Selang beberapa bulan setelah kemenangan Meb, pelari hebat lain di Amerika Serikat, Kara Goucher, juga memutuskan untuk bergabung dengan Skechers.
Rick Higgins dari Skechers Performance Division menyampaikan bahwa perusahaannya ingin dianggap sebagai pemain besar dalam bisnis olahraga. “Kami sedang menumbuhkan segi bisnis ini dan para atlet ternama yang berlari mengenakan sepatu kami amat membantu untuk meningkatkan kredibilitas,” katanya dalam sebuah konferensi pers.
Kini Skechers adalah salah satu perusahaan sepatu yang pertumbuhannya paling sehat di dunia. Ia meraup rekor penjualan sebesar 2,4 miliar dolar pada 2014 dan harga sahamnya meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun tersebut. Setahun kemudian, pendapatan Skechers mencapai 3,1 miliar dolar Amerika Serikat.
Tadinya Skechers dikenal hanya sebagai penghasil sepatu murah dengan desain “tiruan” dari merk-merk besar. Namun, perlahan, citra itu berubah. Selain membuktikan kualitasnya di bidang olahraga, perusahaan itu juga melipatgandakan mutu produksi dan distribusinya, serta mulai menampilkan desain yang khas. Untuk jenis sepatu kasual yang menyasar remaja, misalnya, Skechers menciptakan rancangan yang kenes dan mengontrak penyanyi populer Demi Lovato buat mempromosikannya.
Hasilnya: Skechers berhasil melampaui Adidas dan menjadi perusahaan sepatu olahraga terbesar kedua di Amerika Serikat. Pada 2015, The Wall Street Journal melaporkan bahwa Skechers telah merebut pangsa pasar sebesar 5 persen di negara tersebut, sementara Adidas tertinggal dengan 4,6 persen. Sedangkan dua merk besar lain, Asics dan New Balance, masing-masing mendapat bagian yang lebih sedikit lagi, yaitu 4 persen.
Meski terkesan jauh sekali bila dibandingkan dengan Nike yang menguasai 62 persen pangsa, para analis pasar memperkirakan Skechers akan mengalami perkembangan yang ajek. Salah satu sebab utamanya ialah tren athleisure yang kini berembus di seluruh dunia. Tren itu menggiring orang untuk berbelanja pakaian-pakaian (bergaya) olahraga dengan atau tanpa maksud benar-benar memakainya untuk berolahraga.
“Dengan tawaran berupa sepatu kasual penuh gaya seharga sepersekian dari sepatu olahraga bermerek besar, Skechers berhasil menjejakkan kaki kuat-kuat di pangkuan keluarga-keluarga dan para pelanggan department store,” tulis Sara Germano di Market Watch.
Secara keseluruhan, penjualan ritel Skechers meningkat sebesar 19 persen hanya dalam kuartal pertama 2015, sedangkan Nike, si pemimpin pasar, hanya bertumbuh sebesar 10 persen. Seorang analis bernama Neil Schwartz dengan keyakinan teguh menyebut Skechers sebagai “pemain” alih-alih “penggembira” dalam bisnis sepatu.
Skechers berdiri di California pada 1992. Tujuh tahun kemudian perusahaan itu go public. Pada 10 Juni 2016, Market Realist melaporkan bahwa kapitalisasi pasar Skechers senilai 4,7 miliar dolar Amerika Serikat. Meski jauh lebih kecil ketimbang Nike dan Adidas yang masing-masing memiliki kapitalisasi pasar senilai 92,8 miliar dan 25,7 miliar dolar, pada 2015, Skechers berhasil menjadi merk nomor wahid untuk sepatu kasual dan kerja di Amerika Serikat dengan produk-produk andalannya seperti Skechers GOwalk dan Skechers GOrun.
Laporan Market Realist itu memperkirakan bahwa citra kasual yang dipunyai Skechers berpeluang lebih baik dalam menyokong pertumbuhan dibandingkan kesan atletik serius yang dimiliki Nike dan Adidas. Dan kenyataannya Skechers memang menggemuk dengan cepat, baik dalam hal jumlah toko maupun nilai penjualan.
Skechers kini mempunyai lebih dari 1.000 toko di seluruh dunia dan produk-produknya beredar di 160 negara. Mereka mengalami pertumbuhan pemasukan sekitar 26,4 persen dalam tiga tahun terakhir. Menurut Market Realist, itu adalah pertumbuhan tercepat di bidangnya.
Di Indonesia, Skechers tercatat memiliki 29 toko di sejumlah kota di Indonesia. Itu belum termasuk toko-toko alat olahraga seperti Planet Sports dan lain-lain yang juga menjual produk mereka. Belum ada laporan yang spesifik tentang kiprah Skechers di Indonesia, namun, tren athleisure yang menguntungkan merek tersebut di Amerika Serikat kini telah berembus juga di sini. Boleh jadi, hasilnya akan sama.
Komentar
Posting Komentar