Sejarah Sepatu Compass


Saat gate Jakarta Sneaker Day 2019 hari pertama, 7 Februari, dibuka, sejumlah orang bergegas menyerbu booth Compass. Antrean langsung mengular. Mata mereka tertuju pada satu sneakers, kolaborasi brand sepatu lokal Compass dengan influencer Brian Notodihardjo atau akrab disapa Bryant. Kolaborasi Compass dan Bryant ini adalah yang kali pertama dilakukan. Dalam collabs kali ini, Compass, yang digawangi oleh Aji Handoko Purbo, berusaha mewujudkan ide-ide dari Bryant yang kental dengan military style.  Hasilnya adalah Compass Bravo, yang disebut Bryant sebagai realisasi 100 persen egonya. Gaya militer yang ditampilkan di Compass Bravo bisa terlihat dari extra buckle warna hijau army. Buckle tersebut dipasang di bagian atas siluet Gazelle Hi.

Selain itu, pada bagian tongue diberikan tulisan "Bryant" sebagai penanda kolaborasi. Ada pun material dasar yang dipakai Compass adalah canvas pada upper dan vulcanized pada sol. "Pemilihan warna juga semua kesukaan gue, hitam, olive dan broken white," kata Bryant kepada KOMPAS.com, Senayan City, Jakarta, Kami (7/2/2019).  "Gue enggak expect sebanyak ini yang antri untuk Compass Bravo, dan ini bikin gue bangga dengan sepatu lokal."

Compass Bravo sendiri diproduksi terbatas, 100 pasang dan dibanderol dengan harga cukup murah, Rp 398.000. Saat rilis hari pertama, semua sepatu langsung ludes terjual dalam waktu 1,5 jam. Re-branding Compass Sebelum Bryant dengan Compass Bravo menggebrak pasar sneakers lokal, ada Aji yang menggawangi brand sepatu lokal asal Bandung ini. Aji bukan pemilik, melainkan creative director yang dipercaya langsung oleh onwer untuk re-branding Compass.


Didirikan 1998, Compass sendiri sempat alami kebuntuan, hingga akhirnya pada 2017 Aji masuk untuk menangani sisi kreatif dan strategi bisnis.
Hal pertama yang dilakukan Aji adalah membuat seri Gazelle, yang langsung memberikan sentuhan lain pada sneakers lokal saat itu, yang didominasi ala Vans. Salah satu yang menjadi pembeda bisa dilihat dari toe cap berukuran seperempat dari umumnya. Desain semacam ini diklaim terinspirasi sepatu vintage tahun 1940-an.


Ada pun upper canvas dan vulcanized sol bukan semata-mata mengikut tren sneakers umum, melainkan mendorong industri lokal di bidang tersebut. Selain itu, pemilihan dua material itu dianggap cocok untuk siluet Gazelle yang berkonsep modern, namun bernafas vintage. Setelah 2017 merilis Gazelle, tahun 2018 adalah momen Compass kembali "hidup". Dua siluet yang dirilis Gazelle low dan Hi jadi buruan. Sejumlah colorway lain seperti biru, putih dan gum pun bernasib serupa. Tahun ini, menurut Aji, Compass mengenalkan Compass Bravo yang merupakan kolaborasi dengan Bryant sebagai langkah baru brand. "Ini bukan sekadar bisnis, mencari uang, tapi lebih percaya kalau sneakers lokal itu bisa (berkembang) dan semua orang percaya," ujar Aji saat berbincang dengan Kompas.com.

Komentar

Postingan Populer